Monday, July 9, 2012

Asha Was Sick : Medical Encounter


My baby girl Asha dirawat di RS Hermina Arcamanik Bandung sejak hari Sabtu tanggal 30 Juni 2012. Asha yang saat itu berada dalam gendongan ibu dibawa dari ruang IDG ke ruang perawatan menggunakan kursi roda yang didorong oleh suster. Kami tiba di ruang perawatan 315a pukul 01.30. Asha berbagi ruangan dengan satu pasien lain yang sudah lebih dulu menempati ruang 315b.

Asha mulai rewel sejak pertama masuk ke dalam ruangan. Dia menangis dan merengek walau sudah kami gendong. Huhu.. Sedih sekali melihat Asha seperti itu. Saya, hubby, dan ibu bergantian menggendong Asha dan berusaha meredakan tangisnya. Saat itu demam Asha belum reda juga sehingga kami masih meletakkan kain kompres di dahinya. Sesaat setelah Asha tenang dan mulai tertidur, hubby pamit untuk mengantarkan ibu kembali ke rumah dan mengambil beberapa barang yang diperlukan. Saya pun meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk Asha yang mulai tertidur. Ada rasa takut dan khawatir ditinggal sendirian saja dengan Asha. Tapi saya berusaha tegar demi Asha. Lagipula ada suster yang selalu bolak-balik mengecek suhu dan kondisi Asha. 

Sambil menunggu hubby kembali, saya terus menerus mengecek suhu Asha dan mengganti air kompresan. Malam itu Asha tidak bisa tidur nyenyak. Pasien di ruang 315b juga masih anak-anak. Beberapa kali dia sempat merengek dan suaranya membangunkan Asha. Menyebabkan Asha terbangun dari tidurnya dan menangis lebih keras dan lebih lama. Sementara pasien sebelah melanjutkan tidurnya, Asha masih merengek dan menangis. Saya dan hubby bergantian menimang Asha, mencoba menenangkannya. Saat Asha mulai berhasil tertidur, pasien sebelah kembali merengek. Duuh... Asha kembali terbangun, merengek dan menangis lebih lama dan lebih keras. Sedangkan pasien sebelah kembali melanjutkan tidurnya. Terus begitu sepanjang malam. Hueeeee.. Saya dan hubby mulai kelelahan. 

Malam yang terasa panjang akhirnya berhasil kami lalui dengan cara bergantian menjaga Asha dan mencuri sedikit waktu untuk sejenak memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuh yang lelah. Hingga pagi tiba, Minggu 31 Juni 2012, demam Asha masih dikisaran 38,5 derajat celcius (DC). Pagi-pagi suster datang dan mengecek suhu Asha yang masih demam. Jadwal pagi itu adalah menyeka tubuh Asha sebagai pengganti mandi pagi dan berharap agar demamnya dapat turun. Asha menangis selama tubuhnya diseka. Aku sedih melihatnya. Berasa melihat Asha sedang disiksa. Huhu.. Ajaibnya setelah diseka suhu Asha turun jadi 35,8 DC. Tapi efek nya tidak bertahan lama, tak lama kemudian tubuhnya kembali demam mencapai 38,5 DC. Hiks..

Tiap 4 jam sekali suster memberikan Sanmol (Parasetamol) untuk menurunkan demam Asha. Tentu saja Asha menangis dan berteriak saat suster mencekokinya dengan Sanmol itu. Huhu.. Asha sampe terbatuk2 dan hampir keselek saat dia menelan obatnya. Efek Sanmol dalam menurunkan demam Asha hanya bertahan1-2 jam. Setelah itu suhu Asha kembali naik di kisaran 38,5 DC. Huhu.. Minum obat lagi, suhu turun lagi, 1-2 jam kemudian suhu naik lagi, siklusnya terus berulang. Selain Sanmol, Asha pun minum Stesolid (Diazepam) 3 kali sehari sebagai obat anti kejangnya. Karena selama masih ada demam maka potensi untuk kejang masih ada. Stesolid diberikan sebagi tindakan preventif terhadap kejang.

Hingga siang hari, dokter anak yang bertanggung jawab terhadap Asha belum juga datang. Damn! Saya sebel banget, dari tengah belum ada dokter yang visit Asha. Awalnya saya berencana mengunakan jasa DSA (dokter spesialis anak) yg menangani Asha sejak lahir di RS itu. Tapi kebetulan saat itu beliau sedang cuti. Hikss.. Alhasil saya pake sembarang DSA yang katanya jaga saat itu. Tapi manaaaa? Kami sudah tunggu sejak malam, tapi si dokter ga nongol juga. Itu salah saya karena pilih DSA sembarangan!!! Lain kali saya ga mau lagi kaya gitu. Lain kali saya harus punya DSA cadangan yang cocok dan sesuai buat kami. 

Selepas jam 12 siang itu, suster beserta dokter ruangan (akhirnya ada juga dokter yang visit, walau dia dokter umum) menginformasikan pada kami bahwa si DSA menginstruksikan lewat telpon agar Asha diinfus dan diberi antibiotik Taxegram (Cefotaxim). Oh serta diambil darah lagi untuk pemeriksaan darah lainnya. Huaaa... Saya dan hubby sempat tidak setuju karena merasa demam Asha akan hilang dengan obat penurun panas saja. Kami sempat menunda pemasangan infus dan pemberian antibiotik hingga pukul 14.00. Saat itu suhu Asha yang awalnya sudah turun, kembali naik menjadi 38,5 DC. Baiklah, kami tetapkan hati untuk mengikuti instruksi dokter yang hingga saat itu melihat wajahnya pun kami belum.

Ga tega rasanya lihat Asha yang masih lemas dan rewel dipasangin infus di lengannya. Apalagi setelah itu darahnya diambil cukup banyak untuk pemeriksaan lanjuta. Huhu.. Saya kuat2in hati dan mental saya melihat pemandangan itu. Asha menangis keras dan menjerit kesakitan saat jarum menusuk lengan mungilnya yang gendut itu. Huhuhu.. Saya hanya bisa memeluk kakinya dan membenamkan muka pada paha gendutnya yang meronta-ronta karena saya tidak sanggup melihat wajah sedihnya yang menangis dan memandang saya dengan tatapan kesakitan dan minta tolong. Hueee... 

Hubby sendiri, dia lebih tidak tega daripada saya. Saat Asha dipasang infus dan diambil darah, dia pamit untuk solat di mushola karena dia tidak akan tega melihat Asha menangis kesakitan. Huhu.. Saya pun ga tega, tapi saya harus tetap kuat berada disamping Asha untuk menemaninya, memeluknya, dan membisikkan kalimat, "Asha kuat, Asha kuat" berulang-ulang. Setelah infus terpasang, Asha yang masih sesenggukan saya peluk erat2. Ingin rasanya menggantikan semua kesakitan yang dia alami agar berpindah ke tubuh ku saja. Huhu...

Infus sudah terpasang pada punggung tangan kirinya yang gendut dan mungil. Setelah tangisnya reda, Asha mulai curious dengan alat yang terpasang ditangannya. Dia mulai mengangkat tangannya, memperhatikannya, dan memasukkannya ke dalam mulut. Hehe.. Lucu melihatnya tingkahnya, tapi sedih juga karena mukanya masih lemes dan tatapan matanya sayu.

Sore hari, sekitar magrib, si DSA baru datang. Huaahh.. Cuma nanya2 dikit sambil elus2 kepala Asha dan tidak memberikan informasi what so ever! Dia cuma bilang, nanti kita pantau yaa.. What the hell?? Sungguh saya dan hubby bete mampus deh sama DSA ini. Pengen ganti sama DSA yang biasa tapi mengurungkan niat.

Hari itu, pengobatan Asha adalah cairan infus, Sanmol tiap 4 jam sekali, Stesolid 3 kali sehari, dan Taxegram via infus 3 kali sehari. Hati saya sungguh menjerit dengan kondisi ini. Hati saya merasa Asha tidak perlu diberikan Antibiotik itu. Hati saya merasa obat yang diberikan pada Asha kebanyakan. Saya yang seorang apoteker yang tidak praktek di apotek, cuma bisa nrimo. Saya merasa bodoh. Tapi saya juga tidak mau bila penyembuhan Asha terhabat gara2 saya protes sana-sini. Jadi saya cuma bisa curhat sama hubby. Hiks.. Walaupun segala obat2an itu sudah masuk ke tubuh Asha, tapi demam Asha masih belum turun. Suhu tubuhnya masih naik turun. Huhu.. Menjelang malam, baru lah suhu tubuhnya perlahan-lahan mulai konstan di bawah 38 DC.

Selama menemani Asha, saya browsing sana-sini cari informasi mengenai penyakit Asha. Karena sampai saat itu belum diketahui apa sakitnya. Informasi pertama yang saya dapat adalah kejang demam. Sepertinya Asha mengalami kejang diakibatkan demam. Kejang demam ini sifatnya menurun, kebetulan saya dan hubby waktu kecil pernah mengalami kejang demam. Jadi "bakat" kejang demam Asha ini nampaknya berasal dari kedua orangtuanya. Hiks..

Selanjutnya saya googling dengan kata kunci demam naik turun dan ubun-ubun menonjol. Karena siang itu, ibu bilang kalo ubun-ubun Asha ko kayanya menonjol ya? Saya awalnya ga nyadar, tapi setelah diperhatikan, ternyata memang iya. Tuhan.. Kenapa lagi ini? Ibu bilang, "Kemaren juga dokter kan lama usap-usap kepala Asha. Mungkin udah keliatan menonjol". Degg.. Saya langsung tegang deh dibilangin gitu sama ibu. Oh berarti semalem dokter usap-usap kepala Asha tuh karena dia merasa ada tonjolan di ubun2nya?? Ko dia ga bilang apa2?? Ga bilang kalo saya harus observasi ubun2nnya atau kasih info apalah. Dokter aneh!

Daaann hasil gooling dengan kata kunci  demam naik turun dan ubun-ubun menonjol adalah, jeeng jeeeeeennggg.. Keluar informasi tentang meningitis, blablabla. Langsung dingin sekujur badan dan panik dan takut dan khawatir. Saya coba baca satu-satu artikelnya. Tapi dalam hati saya yakin, bukan itu penyakit Asha. Saya yakin kejang Asha bukan karena meningitis what so ever, tapi karena kejang demam. Ubun-ubun Asha yang menonjol juga bukan karena ada sesuatu di kepalanya, tapi karena demam. Walau demikian kekhawatiran itu masih ada. Huhuhuhuhu...

Keesokan harinya, Senin 1 juli 2012, dokter ruangan dan suster datang ke ruangan. Si dokter bilang bahwa DSA nya Asha menginstruksikan Asha untuk di CT Scan karena ada tonjolan di ubun2nya. Ada kekhawatiran ke arah infeksi di kepala what so ever, jadi perlu CT Scan untuk memastikan. Saya dan hubby lirik2an dan kami pun menyerah saja ikut saran dokter. Mental dan pikiran kami sudah terlalu lelah sejak beberapa hari ini, dan kami ingin segera memastikan apa yang terjadi pada Asha. Hari itu pengobatan Asha ditambah 1 lagi, yaitu antibitok Bactesin untuk mencegah kemungkinan infeksi di daerah otak. Hiks.. Padahal deep inside my heart, i was sure that it's not necessary. But still i said nothing dan nurut2 aja. Hari itu pula Asha di CT Scan. Asha saya gendong dalam pelukan dan kami berdua dibawa ke ruang radiologi menggunakan kursi roda yang didorong oleh suster. Kondisi Asha masih lemas, dengan infusan di lengannya, seorang bayi mungil yang masih terlalu kecil untuk mengalami semua kondisi ini. Huhu.. Asha pun sukses menjadi tontonan orang-orang yang kami lewati. Saya juga kalo liat pemandangan seperti itu pasti akan memandang iba pada bayi mungil yang harus diinfus dan kondisinya lemas begitu. 

Saya masuk ke dalam ruangan radiologi, menemani Asha. Sementara hubby, ibu, dan saat itu ada adik saya, mereka menunggu di luar. Ruangan itu dingin dan kosong, hanya berisi satu alat CT Scan yang sangat besar. Huhuhu.. Memikirkan Asha harus ditaruh di alat seperti itu, tak kuat rasanya hati ini. Tapi sekali lagi, saya harus kuat untuk Asha. Kalo saya ga kuat, siapa lagi yang akan menjaganya? Saya memakai baju khusus yang beratnyaaaa banget banget, sementara Asha dibaringkan di kasur khusus hanya memakai baju RS yang tipis dan diaper tanpa celana, kemudian dia diselimuti oleh selimut khusus. Asha sangat kooperatif, dia sempat  merengek, namun selebihnya dia hanya pasrah dan diam tanpa melepaskan pandangan sayunya langsung ke mata saya. Hikss.. Peran saya disana adalah menjaga agar kepala Asha tidak gerak-gerak selama proses CT Scan berlangsung. Saya pegang dagu dan pipinya sambil saya bicara dan nyanyi macam-macam pada Asha. Saya berusaha tersenyum dan bicara dengan nada riang, walau hati ini sedih rasanya. Apalagi selama proses CT Scan sekitar 10 menit itu, Asha hanya diam memandang mata saya. Hiks.. Dia tidak peduli dengan roda ah entah apa namanya yang menyala dan beputar saat proses CT Scan berlangsung, dia hanya fokus melihat ke mata saya dan mendengarkan kata-kata saya. Huhuhu..

Proses CT Scan selesai dan kami kembali ke ruangan. Hari itu suhu Asha mulai stabil di bawah 37,5 DC dan  sudah tidak demam lagi. Tapi dari hasil pemeriksaan darah yang tiap hari dilakukan, terlihat bahwa trombosit Asha menurun setiap hari. Kecurigaan saya adalah Asha kena demam berdarah (DBD). Tapi waktu hari pertama diperiksa NS1 hasilnya negatif. Jadi apa kira2 penyebab trombosit Asha turun?

Sore hari menjelang magrib si DSA baru datang lagi. Dan menjelaskan bahwa hasil CT Scan bagus dan tidak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Saya dan hubby langsung lirik2an dan menghela nafas legaaaa. Alhamdulillah. Sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, bahwa Asha baik-baik saja. Dan ubun-ubun menonjol itu disebabkan demam dan kami yakin nanti pasti kembali seperti semula. Karena hasil CT Scan bagus dan tidak ada infeksi apapun di kepala Asha, pemberian Bactesin dihentikan. Fyuuhh.. At least 1 obat yang ga perlu berhasil dicoret. Selanjutnya dia menginformasikan hasil tes darah Asha dan menyarankan untuk cek Dengue Blood pada hari Rabu untuk memastikan apakah Asha positif DBD atau tidak. Kenapa hari Rabu? Karena kalo Selasa, dikhawatirkan hasilnya masih negatif karena titer immunoglobulin Asha terhadap virus DBD nya belum banyak di dalam darah. Kalo Asha positif DBD maka semua pengobatan dihentikan, kecuali cairan infus. Karena demam Asha juga sudah berhenti, maka antibiotik tidak lagi dibutuhkan bila memang hasil Dengue Blood positif. But in the mean time, antibiotik Taxegram masih harus masuk ke tubuh Asha untuk mencegah bila ternyata DBD negatif dan penyebab demam disebabkan infeksi bakteri. Saya yang  dalam hati rasanya ingin menolak karena entah mengapa saya yakin Asha positif DBD, jadi antibiotik itu sebenarnya ga perlu sama sekali. Namun sekali lagi dengan bodohnya saya mengiyakan. Hiks.. Memang tujuan dokter untuk memberikan antibiotik pada Asha bagus, untuk tindakan preventif. Tapi tetep aja hati ini ga rela. Hari itu saya keukeuh minta sama suster untuk menghentikan pemberian Sanmol dan Stesolid pada Asha, karena demamnya udah berhenti dari semalem. Akhirnya dua obat itu berhasil dicoret lagi. Yess..

Selasa, 2 Juli 2012 pagi, Asha kembali diambil darah keempat kalinya untuk cek kadar trombositnya. Huhu.. Nangis dan jerit gerung2 dia karena kesakitan waktu jarum suntik mengambil darah dari lipatan dalam lengannya. Saya mulai kebal, bukan ga tega, tapi ini demi kepastian diagnosa dan demi kecepatan penanganan dan penyembuhan sakitnya Asha. My hubby, still he didn't have a heart to see her little girl crying, dan memilih keluar ruangan. Siang hari, hasil tes darah menyatakan trombosit Asha makin turun. Trombositnya sudah 119.000, sedangkan normalnya 150.000. Kecurigaan makin mengarah ke DBD, tapi karena belum tes Dengue Blood jadi belum pasti.

Hubby sudah dua hari cuti dari kantor, Senin Selasa. Padahal ada kerjaan menunggu untuk diselesaikan. Akhirnya dengan berat hati, hari Rabu 3 Juli 2012, hubby kembali ke Jakarta. Meninggalka saya dan Asha berdua di rumah sakit. Huhu.. Saya bagaimana? Well, kantor saya sepertinya agak longgar untuk urusan begini. Jadi saya cuek aja cuti berapa hari pun sampe Asha sembuh. Ga peduli deh cuti tahunan habis dan malah harus potong gaji karena kehabisan jatah cuti. Pukul 4.00 pagi hubby pamit berangkat ke Jakarta. Sedih but i had to be strong. Rabu itu adalah jadwal Asha unutk diambil darah lagi dan cek Dengue Blood nya. Siang hari hasil tes darah menyatakan Asha positif DBD. Antara lega karena akhirnya sakit Asha ketauan dan sedih karena bayi kecilku kena DBD. Ko bukan saya atau orang lain di rumah yang kena? Kenapa harus bayi kecilku? Trombosit Asha pun turun jadi 65.000. Hiks.. Turun terus tiap harinya. 

Pengobatan Asha sekarang hanya cairan infus dan nenen yang banyak. Tapi hari itu Asha lebih banyak tidur. Saya sodor2in nen juga dia tolak. Hikss.. Sedih tapi at least cairan infus tetap masuk. Sekarang saya deg-degan nunggu apakah besok trombosit Asha akan naik atau turun? Huhu.. Pagi hari ibu datang bawain saya kurma dan jus kurma. Walau eneg karena kemanisan dan pedes (beneran loh ko pedes ya jus kurma itu?) saya paksa habisin jus kurma demi Asha. Berharap semoga dengan saya minum jus kurma Asha bisa kecipratan lewat ASI dan bisa naikin trombositnya.

Skip skip skip.. Kamis tes darah lagi, hasilnya trombosit Asha mulai naik jadi 78.000. Yeaayy.. Walau belum back to noemal, at least ada peningkatan. Saya makin rajin makan kurma dan minum jus kurma yang ibu beliin tiap hari. Asha juga udah mulai lahap minum ASI nya. Jumat tes darah lagi, trombosit Asha udah 109.000. Alhamdulillah.. Ini artinya Asha sudah boleh pulang hari itu juga. Seperti kata dokter, Asha baru boleh pulang kalo trombositnya di atas 100.000 karena dianggap aman dan kecenderungannya akan terus naik hinga normal. Hari jumat itu pun Asha sudah kembali ceria. Sudah banyak senyum, ketawa, jerit2 seneng, dan celoteh2. Pandangan matanya sudah cerah, tidak sayu lagi. Mata bulatnya memancarkan sinar kepolosan dan keceriaan lagi. Alhamdulillah.. Ashaku sudah kembali sehat. Malam itu, Jumat 6 Juli 2012 saya dan hubby yang baru datang dari Jakarta langsung membawa Asha pulang ke rumah. Drama 7 hari 6 malam di RS akhirnya selesai sudah. Ya Allah tolong jaga Asha kami. Cukup sekali ini saja dia dirawat, selanjutnya jagalah selalu kesehatan dan keselamatannya. Amin.

1 comments on "Asha Was Sick : Medical Encounter"

Anonymous said...

sharing info bunda... selain kurma cara menaikkan trombosit bisa dengan susu powermix sunhope

Post a Comment

Asha Was Sick : Medical Encounter

My baby girl Asha dirawat di RS Hermina Arcamanik Bandung sejak hari Sabtu tanggal 30 Juni 2012. Asha yang saat itu berada dalam gendongan ibu dibawa dari ruang IDG ke ruang perawatan menggunakan kursi roda yang didorong oleh suster. Kami tiba di ruang perawatan 315a pukul 01.30. Asha berbagi ruangan dengan satu pasien lain yang sudah lebih dulu menempati ruang 315b.

Asha mulai rewel sejak pertama masuk ke dalam ruangan. Dia menangis dan merengek walau sudah kami gendong. Huhu.. Sedih sekali melihat Asha seperti itu. Saya, hubby, dan ibu bergantian menggendong Asha dan berusaha meredakan tangisnya. Saat itu demam Asha belum reda juga sehingga kami masih meletakkan kain kompres di dahinya. Sesaat setelah Asha tenang dan mulai tertidur, hubby pamit untuk mengantarkan ibu kembali ke rumah dan mengambil beberapa barang yang diperlukan. Saya pun meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk Asha yang mulai tertidur. Ada rasa takut dan khawatir ditinggal sendirian saja dengan Asha. Tapi saya berusaha tegar demi Asha. Lagipula ada suster yang selalu bolak-balik mengecek suhu dan kondisi Asha. 

Sambil menunggu hubby kembali, saya terus menerus mengecek suhu Asha dan mengganti air kompresan. Malam itu Asha tidak bisa tidur nyenyak. Pasien di ruang 315b juga masih anak-anak. Beberapa kali dia sempat merengek dan suaranya membangunkan Asha. Menyebabkan Asha terbangun dari tidurnya dan menangis lebih keras dan lebih lama. Sementara pasien sebelah melanjutkan tidurnya, Asha masih merengek dan menangis. Saya dan hubby bergantian menimang Asha, mencoba menenangkannya. Saat Asha mulai berhasil tertidur, pasien sebelah kembali merengek. Duuh... Asha kembali terbangun, merengek dan menangis lebih lama dan lebih keras. Sedangkan pasien sebelah kembali melanjutkan tidurnya. Terus begitu sepanjang malam. Hueeeee.. Saya dan hubby mulai kelelahan. 

Malam yang terasa panjang akhirnya berhasil kami lalui dengan cara bergantian menjaga Asha dan mencuri sedikit waktu untuk sejenak memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuh yang lelah. Hingga pagi tiba, Minggu 31 Juni 2012, demam Asha masih dikisaran 38,5 derajat celcius (DC). Pagi-pagi suster datang dan mengecek suhu Asha yang masih demam. Jadwal pagi itu adalah menyeka tubuh Asha sebagai pengganti mandi pagi dan berharap agar demamnya dapat turun. Asha menangis selama tubuhnya diseka. Aku sedih melihatnya. Berasa melihat Asha sedang disiksa. Huhu.. Ajaibnya setelah diseka suhu Asha turun jadi 35,8 DC. Tapi efek nya tidak bertahan lama, tak lama kemudian tubuhnya kembali demam mencapai 38,5 DC. Hiks..

Tiap 4 jam sekali suster memberikan Sanmol (Parasetamol) untuk menurunkan demam Asha. Tentu saja Asha menangis dan berteriak saat suster mencekokinya dengan Sanmol itu. Huhu.. Asha sampe terbatuk2 dan hampir keselek saat dia menelan obatnya. Efek Sanmol dalam menurunkan demam Asha hanya bertahan1-2 jam. Setelah itu suhu Asha kembali naik di kisaran 38,5 DC. Huhu.. Minum obat lagi, suhu turun lagi, 1-2 jam kemudian suhu naik lagi, siklusnya terus berulang. Selain Sanmol, Asha pun minum Stesolid (Diazepam) 3 kali sehari sebagai obat anti kejangnya. Karena selama masih ada demam maka potensi untuk kejang masih ada. Stesolid diberikan sebagi tindakan preventif terhadap kejang.

Hingga siang hari, dokter anak yang bertanggung jawab terhadap Asha belum juga datang. Damn! Saya sebel banget, dari tengah belum ada dokter yang visit Asha. Awalnya saya berencana mengunakan jasa DSA (dokter spesialis anak) yg menangani Asha sejak lahir di RS itu. Tapi kebetulan saat itu beliau sedang cuti. Hikss.. Alhasil saya pake sembarang DSA yang katanya jaga saat itu. Tapi manaaaa? Kami sudah tunggu sejak malam, tapi si dokter ga nongol juga. Itu salah saya karena pilih DSA sembarangan!!! Lain kali saya ga mau lagi kaya gitu. Lain kali saya harus punya DSA cadangan yang cocok dan sesuai buat kami. 

Selepas jam 12 siang itu, suster beserta dokter ruangan (akhirnya ada juga dokter yang visit, walau dia dokter umum) menginformasikan pada kami bahwa si DSA menginstruksikan lewat telpon agar Asha diinfus dan diberi antibiotik Taxegram (Cefotaxim). Oh serta diambil darah lagi untuk pemeriksaan darah lainnya. Huaaa... Saya dan hubby sempat tidak setuju karena merasa demam Asha akan hilang dengan obat penurun panas saja. Kami sempat menunda pemasangan infus dan pemberian antibiotik hingga pukul 14.00. Saat itu suhu Asha yang awalnya sudah turun, kembali naik menjadi 38,5 DC. Baiklah, kami tetapkan hati untuk mengikuti instruksi dokter yang hingga saat itu melihat wajahnya pun kami belum.

Ga tega rasanya lihat Asha yang masih lemas dan rewel dipasangin infus di lengannya. Apalagi setelah itu darahnya diambil cukup banyak untuk pemeriksaan lanjuta. Huhu.. Saya kuat2in hati dan mental saya melihat pemandangan itu. Asha menangis keras dan menjerit kesakitan saat jarum menusuk lengan mungilnya yang gendut itu. Huhuhu.. Saya hanya bisa memeluk kakinya dan membenamkan muka pada paha gendutnya yang meronta-ronta karena saya tidak sanggup melihat wajah sedihnya yang menangis dan memandang saya dengan tatapan kesakitan dan minta tolong. Hueee... 

Hubby sendiri, dia lebih tidak tega daripada saya. Saat Asha dipasang infus dan diambil darah, dia pamit untuk solat di mushola karena dia tidak akan tega melihat Asha menangis kesakitan. Huhu.. Saya pun ga tega, tapi saya harus tetap kuat berada disamping Asha untuk menemaninya, memeluknya, dan membisikkan kalimat, "Asha kuat, Asha kuat" berulang-ulang. Setelah infus terpasang, Asha yang masih sesenggukan saya peluk erat2. Ingin rasanya menggantikan semua kesakitan yang dia alami agar berpindah ke tubuh ku saja. Huhu...

Infus sudah terpasang pada punggung tangan kirinya yang gendut dan mungil. Setelah tangisnya reda, Asha mulai curious dengan alat yang terpasang ditangannya. Dia mulai mengangkat tangannya, memperhatikannya, dan memasukkannya ke dalam mulut. Hehe.. Lucu melihatnya tingkahnya, tapi sedih juga karena mukanya masih lemes dan tatapan matanya sayu.

Sore hari, sekitar magrib, si DSA baru datang. Huaahh.. Cuma nanya2 dikit sambil elus2 kepala Asha dan tidak memberikan informasi what so ever! Dia cuma bilang, nanti kita pantau yaa.. What the hell?? Sungguh saya dan hubby bete mampus deh sama DSA ini. Pengen ganti sama DSA yang biasa tapi mengurungkan niat.

Hari itu, pengobatan Asha adalah cairan infus, Sanmol tiap 4 jam sekali, Stesolid 3 kali sehari, dan Taxegram via infus 3 kali sehari. Hati saya sungguh menjerit dengan kondisi ini. Hati saya merasa Asha tidak perlu diberikan Antibiotik itu. Hati saya merasa obat yang diberikan pada Asha kebanyakan. Saya yang seorang apoteker yang tidak praktek di apotek, cuma bisa nrimo. Saya merasa bodoh. Tapi saya juga tidak mau bila penyembuhan Asha terhabat gara2 saya protes sana-sini. Jadi saya cuma bisa curhat sama hubby. Hiks.. Walaupun segala obat2an itu sudah masuk ke tubuh Asha, tapi demam Asha masih belum turun. Suhu tubuhnya masih naik turun. Huhu.. Menjelang malam, baru lah suhu tubuhnya perlahan-lahan mulai konstan di bawah 38 DC.

Selama menemani Asha, saya browsing sana-sini cari informasi mengenai penyakit Asha. Karena sampai saat itu belum diketahui apa sakitnya. Informasi pertama yang saya dapat adalah kejang demam. Sepertinya Asha mengalami kejang diakibatkan demam. Kejang demam ini sifatnya menurun, kebetulan saya dan hubby waktu kecil pernah mengalami kejang demam. Jadi "bakat" kejang demam Asha ini nampaknya berasal dari kedua orangtuanya. Hiks..

Selanjutnya saya googling dengan kata kunci demam naik turun dan ubun-ubun menonjol. Karena siang itu, ibu bilang kalo ubun-ubun Asha ko kayanya menonjol ya? Saya awalnya ga nyadar, tapi setelah diperhatikan, ternyata memang iya. Tuhan.. Kenapa lagi ini? Ibu bilang, "Kemaren juga dokter kan lama usap-usap kepala Asha. Mungkin udah keliatan menonjol". Degg.. Saya langsung tegang deh dibilangin gitu sama ibu. Oh berarti semalem dokter usap-usap kepala Asha tuh karena dia merasa ada tonjolan di ubun2nya?? Ko dia ga bilang apa2?? Ga bilang kalo saya harus observasi ubun2nnya atau kasih info apalah. Dokter aneh!

Daaann hasil gooling dengan kata kunci  demam naik turun dan ubun-ubun menonjol adalah, jeeng jeeeeeennggg.. Keluar informasi tentang meningitis, blablabla. Langsung dingin sekujur badan dan panik dan takut dan khawatir. Saya coba baca satu-satu artikelnya. Tapi dalam hati saya yakin, bukan itu penyakit Asha. Saya yakin kejang Asha bukan karena meningitis what so ever, tapi karena kejang demam. Ubun-ubun Asha yang menonjol juga bukan karena ada sesuatu di kepalanya, tapi karena demam. Walau demikian kekhawatiran itu masih ada. Huhuhuhuhu...

Keesokan harinya, Senin 1 juli 2012, dokter ruangan dan suster datang ke ruangan. Si dokter bilang bahwa DSA nya Asha menginstruksikan Asha untuk di CT Scan karena ada tonjolan di ubun2nya. Ada kekhawatiran ke arah infeksi di kepala what so ever, jadi perlu CT Scan untuk memastikan. Saya dan hubby lirik2an dan kami pun menyerah saja ikut saran dokter. Mental dan pikiran kami sudah terlalu lelah sejak beberapa hari ini, dan kami ingin segera memastikan apa yang terjadi pada Asha. Hari itu pengobatan Asha ditambah 1 lagi, yaitu antibitok Bactesin untuk mencegah kemungkinan infeksi di daerah otak. Hiks.. Padahal deep inside my heart, i was sure that it's not necessary. But still i said nothing dan nurut2 aja. Hari itu pula Asha di CT Scan. Asha saya gendong dalam pelukan dan kami berdua dibawa ke ruang radiologi menggunakan kursi roda yang didorong oleh suster. Kondisi Asha masih lemas, dengan infusan di lengannya, seorang bayi mungil yang masih terlalu kecil untuk mengalami semua kondisi ini. Huhu.. Asha pun sukses menjadi tontonan orang-orang yang kami lewati. Saya juga kalo liat pemandangan seperti itu pasti akan memandang iba pada bayi mungil yang harus diinfus dan kondisinya lemas begitu. 

Saya masuk ke dalam ruangan radiologi, menemani Asha. Sementara hubby, ibu, dan saat itu ada adik saya, mereka menunggu di luar. Ruangan itu dingin dan kosong, hanya berisi satu alat CT Scan yang sangat besar. Huhuhu.. Memikirkan Asha harus ditaruh di alat seperti itu, tak kuat rasanya hati ini. Tapi sekali lagi, saya harus kuat untuk Asha. Kalo saya ga kuat, siapa lagi yang akan menjaganya? Saya memakai baju khusus yang beratnyaaaa banget banget, sementara Asha dibaringkan di kasur khusus hanya memakai baju RS yang tipis dan diaper tanpa celana, kemudian dia diselimuti oleh selimut khusus. Asha sangat kooperatif, dia sempat  merengek, namun selebihnya dia hanya pasrah dan diam tanpa melepaskan pandangan sayunya langsung ke mata saya. Hikss.. Peran saya disana adalah menjaga agar kepala Asha tidak gerak-gerak selama proses CT Scan berlangsung. Saya pegang dagu dan pipinya sambil saya bicara dan nyanyi macam-macam pada Asha. Saya berusaha tersenyum dan bicara dengan nada riang, walau hati ini sedih rasanya. Apalagi selama proses CT Scan sekitar 10 menit itu, Asha hanya diam memandang mata saya. Hiks.. Dia tidak peduli dengan roda ah entah apa namanya yang menyala dan beputar saat proses CT Scan berlangsung, dia hanya fokus melihat ke mata saya dan mendengarkan kata-kata saya. Huhuhu..

Proses CT Scan selesai dan kami kembali ke ruangan. Hari itu suhu Asha mulai stabil di bawah 37,5 DC dan  sudah tidak demam lagi. Tapi dari hasil pemeriksaan darah yang tiap hari dilakukan, terlihat bahwa trombosit Asha menurun setiap hari. Kecurigaan saya adalah Asha kena demam berdarah (DBD). Tapi waktu hari pertama diperiksa NS1 hasilnya negatif. Jadi apa kira2 penyebab trombosit Asha turun?

Sore hari menjelang magrib si DSA baru datang lagi. Dan menjelaskan bahwa hasil CT Scan bagus dan tidak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Saya dan hubby langsung lirik2an dan menghela nafas legaaaa. Alhamdulillah. Sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, bahwa Asha baik-baik saja. Dan ubun-ubun menonjol itu disebabkan demam dan kami yakin nanti pasti kembali seperti semula. Karena hasil CT Scan bagus dan tidak ada infeksi apapun di kepala Asha, pemberian Bactesin dihentikan. Fyuuhh.. At least 1 obat yang ga perlu berhasil dicoret. Selanjutnya dia menginformasikan hasil tes darah Asha dan menyarankan untuk cek Dengue Blood pada hari Rabu untuk memastikan apakah Asha positif DBD atau tidak. Kenapa hari Rabu? Karena kalo Selasa, dikhawatirkan hasilnya masih negatif karena titer immunoglobulin Asha terhadap virus DBD nya belum banyak di dalam darah. Kalo Asha positif DBD maka semua pengobatan dihentikan, kecuali cairan infus. Karena demam Asha juga sudah berhenti, maka antibiotik tidak lagi dibutuhkan bila memang hasil Dengue Blood positif. But in the mean time, antibiotik Taxegram masih harus masuk ke tubuh Asha untuk mencegah bila ternyata DBD negatif dan penyebab demam disebabkan infeksi bakteri. Saya yang  dalam hati rasanya ingin menolak karena entah mengapa saya yakin Asha positif DBD, jadi antibiotik itu sebenarnya ga perlu sama sekali. Namun sekali lagi dengan bodohnya saya mengiyakan. Hiks.. Memang tujuan dokter untuk memberikan antibiotik pada Asha bagus, untuk tindakan preventif. Tapi tetep aja hati ini ga rela. Hari itu saya keukeuh minta sama suster untuk menghentikan pemberian Sanmol dan Stesolid pada Asha, karena demamnya udah berhenti dari semalem. Akhirnya dua obat itu berhasil dicoret lagi. Yess..

Selasa, 2 Juli 2012 pagi, Asha kembali diambil darah keempat kalinya untuk cek kadar trombositnya. Huhu.. Nangis dan jerit gerung2 dia karena kesakitan waktu jarum suntik mengambil darah dari lipatan dalam lengannya. Saya mulai kebal, bukan ga tega, tapi ini demi kepastian diagnosa dan demi kecepatan penanganan dan penyembuhan sakitnya Asha. My hubby, still he didn't have a heart to see her little girl crying, dan memilih keluar ruangan. Siang hari, hasil tes darah menyatakan trombosit Asha makin turun. Trombositnya sudah 119.000, sedangkan normalnya 150.000. Kecurigaan makin mengarah ke DBD, tapi karena belum tes Dengue Blood jadi belum pasti.

Hubby sudah dua hari cuti dari kantor, Senin Selasa. Padahal ada kerjaan menunggu untuk diselesaikan. Akhirnya dengan berat hati, hari Rabu 3 Juli 2012, hubby kembali ke Jakarta. Meninggalka saya dan Asha berdua di rumah sakit. Huhu.. Saya bagaimana? Well, kantor saya sepertinya agak longgar untuk urusan begini. Jadi saya cuek aja cuti berapa hari pun sampe Asha sembuh. Ga peduli deh cuti tahunan habis dan malah harus potong gaji karena kehabisan jatah cuti. Pukul 4.00 pagi hubby pamit berangkat ke Jakarta. Sedih but i had to be strong. Rabu itu adalah jadwal Asha unutk diambil darah lagi dan cek Dengue Blood nya. Siang hari hasil tes darah menyatakan Asha positif DBD. Antara lega karena akhirnya sakit Asha ketauan dan sedih karena bayi kecilku kena DBD. Ko bukan saya atau orang lain di rumah yang kena? Kenapa harus bayi kecilku? Trombosit Asha pun turun jadi 65.000. Hiks.. Turun terus tiap harinya. 

Pengobatan Asha sekarang hanya cairan infus dan nenen yang banyak. Tapi hari itu Asha lebih banyak tidur. Saya sodor2in nen juga dia tolak. Hikss.. Sedih tapi at least cairan infus tetap masuk. Sekarang saya deg-degan nunggu apakah besok trombosit Asha akan naik atau turun? Huhu.. Pagi hari ibu datang bawain saya kurma dan jus kurma. Walau eneg karena kemanisan dan pedes (beneran loh ko pedes ya jus kurma itu?) saya paksa habisin jus kurma demi Asha. Berharap semoga dengan saya minum jus kurma Asha bisa kecipratan lewat ASI dan bisa naikin trombositnya.

Skip skip skip.. Kamis tes darah lagi, hasilnya trombosit Asha mulai naik jadi 78.000. Yeaayy.. Walau belum back to noemal, at least ada peningkatan. Saya makin rajin makan kurma dan minum jus kurma yang ibu beliin tiap hari. Asha juga udah mulai lahap minum ASI nya. Jumat tes darah lagi, trombosit Asha udah 109.000. Alhamdulillah.. Ini artinya Asha sudah boleh pulang hari itu juga. Seperti kata dokter, Asha baru boleh pulang kalo trombositnya di atas 100.000 karena dianggap aman dan kecenderungannya akan terus naik hinga normal. Hari jumat itu pun Asha sudah kembali ceria. Sudah banyak senyum, ketawa, jerit2 seneng, dan celoteh2. Pandangan matanya sudah cerah, tidak sayu lagi. Mata bulatnya memancarkan sinar kepolosan dan keceriaan lagi. Alhamdulillah.. Ashaku sudah kembali sehat. Malam itu, Jumat 6 Juli 2012 saya dan hubby yang baru datang dari Jakarta langsung membawa Asha pulang ke rumah. Drama 7 hari 6 malam di RS akhirnya selesai sudah. Ya Allah tolong jaga Asha kami. Cukup sekali ini saja dia dirawat, selanjutnya jagalah selalu kesehatan dan keselamatannya. Amin.

 

My Lavender Love Story Copyright 2009 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipietoon | All Image Presented by Online Journal